Mitos Keberadaan Mahluk Onom Penjaga Bupati Ciamis

Alun-alun Ciamis tahun 1933, Sumber: KITLV

Mitos merupakan bagian dari manifestasi sebuah tradisi lisan yang berkembang di masyarakat suatu daerah. Pada dasarnya mitos ini hadir akibat dari adanya pertanyaan-pertanyaan akan suatu hal yang belum bisa dijawab oleh manusia secara pasti atau bisa juga dikatakan sebagai sesuatu yang berada diluar sistem nalar manusia.

Oleh karena itu biasanya mitos disampaikan dengan cerita yang selalu dilebih-lebihkan, serta seringkali selalu berhubungan dengan unsur dari hal-hal gaib.

Di Indonesia banyak sekali cerita mitos yang berkembang di masyarakat kita. Apalagi keadaan masyarakatnya yang memang masih memegang adat budaya dan sistem religi yang bisa dikatakan masih kuat membuat keberadaan cerita-cerita mitos seperti ini menjadi semakin tumbuh subur.

Tidak terkecuali juga di wilayah Kabupaten Ciamis yang memiliki banyak cerita rakyat yang berhubungan dengan mitos. Salah satunya yaitu mitos tentang keberadaan mahluk yang disebut sebagai Onom.


Mengenal Cerita Mistis Mahluk Onom

Zaman dahulu untuk menjadi seorang pemimpin suatu daerah misalnya saja bupati bisa dibilang tidak bisa sembarang. Ini disebabkan karena pemilihan para bupati pada masa itu biasa dilakukan secara turun-temurun kepada keturunan selanjutnya.

Di Ciamis pun berlaku demikian, dimana gelar para bupati pada masa itu lebih banyak diturunkan kepada keluarga yang masih ada hubungannya dengan silsilah keluarga keturunan dari kerajaan Galuh zaman dahulu.

Dan karena hal itulah yang kemudian tidak semua orang bisa menjadi bupati, meskipun tentunya sekarang ini sudah tidak seperti itu.

Masyarakat Ciamis percaya bahwa setiap pemimpin atau yang menjabat sebagai bupati di Ciamis pada zaman dahulu selalu dilindungi oleh sosok mahluk gaib.

Mahluk gaib itu sering disebut dengan sosok Onom, yang dipercaya oleh masyarakat Ciamis sebagai sosok mahluk gaib yang berasal dari rancaonom sebuah wilayah yang berada disekitar kecamatan Cisaga Kabupaten Ciamis.

Kata Rancaonom memiliki arti yaitu sebuah wilayah rawa yang merupakan tempat tinggal mahluk onom.


Acara Pesta Rakyat pada Masa Pemerintahan Belanda

Ketika masa penjajahan kolonial Belanda masih ada, di Kabupaten Ciamis terdapat salah satu acara rutin yang biasa digelar setiap tahunnya. Acara tersebut diadakan untuk memperingati hari ulang tahun Ratu Wilhelmina (Ratu Kerajaan Belanda pada masa itu) yang biasa diperingati setiap tanggal 31 Agustus.

Pada peringatan tersebut biasanya diadakan gelaran pesta masyarakat atau pesta adat yang sangat meriah dan biasa disebut juga dengan pesta raja.

Banyak masyarakat Ciamis yang sengaja datang dari pelosok daerah untuk melihat pertunjukan-pertunjukan yang ditampilkan dalam acara tersebut, seperti misalnya saja pertunjukan wayang golek, wayang wong (orang), tari ronggeng dan banyak pertunjukan lainnya.

Acarapun tidak hanya berupa pertunjukan seni saja, melainkan juga terdapat pagelaran pesta festival iring-iringan dengan berjalan memutari area disekitar pusat kota ciamis.

Dalam iring-iringan tersebut berbagai alat musik tradisional digunakan untuk meramaikan acara. Serta tidak lupa juga orang-orang yang membawa hasil bumi dan pertanian sebagai rasa syukur kepada tuhan yang maha esa.

Namun salah satu yang menarik dalam setiap acara festival iring-iringan yaitu barisan yang berada di paling depan dalam iring-iringan tersebut, yakni barisan kuda yang dipercantik dan dihiasi agar terlihat lebih menarik.

Kuda-kuda tersebut biasanya ditunggangi hanya oleh orang-orang penting saja seperti para pejabat daerah dan orang-orang priayi lainnya.

Hampir setiap kuda-kuda yang ada selalu dinaki oleh orang, namun ada salah satu kuda yang tidak dinaiki sama sekali. Kuda tersebut biasanya berada di posisi barisan paling depan dan hanya dijaga dan ditarik oleh orang yang berada di sampingnya tanpa ada yang menungganginya.

Selain itu kuda yang dipersiapkan itu dipilih dari kuda yang paling kuat dan juga paling besar.

Meskipun begitu keanehan baru mulai muncul setelah acara iring-iringan mengitari kota itu telah selesai. Kuda yang tidak ditunggangi itu justru terlihat yang paling lelah diantara kuda lainnya dan bahkan mengeluarkan busa dimulutnya.

Padahal kuda-kuda yang lainnya yang ditunggangi oleh orang tidak ada yang mengalami seperti hal itu.

Baca Juga : Destinasi Wisata Alam Menarik Kabupaten Ciamis

Berdasarkan dari cerita orang yang mengerti (kuncen), bahwa kuda tersebut sebenarnya ada yang menungangi yaitu sosok yang disebut dengan penguasa onom atau gegeden-onom.

Penguasa onom itu biasanya memang sengaja datang saat pesta raja berlangsung dengan dipanggil oleh para kuncen yang sudah mengetahuinya.

Biasanya pada saat proses pemanggilan onom sedang berlangsung, cuaca sekitar yang tadinya cerah pun bisa tiba-tiba menjadi mendung dengan disertai gerimis. Namun kejadian ini hanya terjadi beberapa menit saja dan setelahnya cuaca pun akan kembali menjadi normal.

Adapun tujuan dari dipanggilnya onom tersebut selain untuk melestarikan tradisi yaitu juga sebagai penjaga agar selama proses acara pesta raja digelar, tidak terjadi hal-hal buruk yang tidak diinginkan. 


Kisah Bupati Ciamis R.A.A Sastrawinata yang selamat dari serangan Komunis

Salah satu bupati yang terkenal di Kabupaten Ciamis adalah R.A.A Sastrawinata. Dia merupakan bupati Ciamis yang memerintah antara tahun 1914 hingga 1936 dan merupakan bupati Ciamis yang pertama sejak kata Ciamis mulai pertama digunakan.

Mengapa demikian? karena sebelum periode itu, sebenarnya Ciamis sudah menjadi suatu kabupaten dengan nama Kabupaten Galuh. Sedangkan nama Ciamis sendiri baru muncul pada tahun 1916 yang pada saat itulah Sastrawinata menjadi bupatinya.

Oleh karena itu, jika dihitung sejak Ciamis masih bernama galuh maka sebenarnya Sastrawinata merupakan bupati ke-18 yang memerintah.

Pada masa bupati Sastrawinata menjabat pernah terjadi sebuah usaha pemberontakan yang terjadi sekitar tahun 1926. Pemberontakan itu disinyalir dilakukan oleh orang-orang komunis yang berada di Ciamis.

Salah satu tokoh dibalik pemberontakan ini yaitu Egom, Dirja dan Hasan yang merupakan pemimpin wilayah PKI wilayah Ciamis.

Sebelum melakukan pemberontakan itu, mereka orang-orang simpatisan PKI berkumpul di sekitar area yang sekarang merupakan taman makam pahlawan ciamis. Di tempat itu mereka mulai merancang aksinya dan upaya pertama dimulai dengan melakukan pembakaran terhadap salah satu rumah.

Setelah membakar rumah para pemberontak kemudian pergi ke pusat kota Ciamis yang tidak jauh dari tempat mereka berkumpul tersebut.

Sesampainya di tujuan yang menjadi sasaran mereka yaitu pusat kota para pemberontak kemudian menyebar, sebagian ada yang pergi ke alun-alun dan sebagian juga ada yang mendatangi rumah tinggal bupati.

Dirja yang pada saat itu merupakan salah satu pentolan aksi pemberontakan, kemudian melakukan penyerangan terhadap orang-orang yang lewat salah satunya yaitu orang etnis Tionghoa yang berada dekat alun-alun.

Pegawai pemerintah yang mengetahui hal itu kemudian segera melaporkannya kepada bupati Ciamis.

Sastrawinata yang sudah mengetahuinya kemudian berusaha dengan sigap untuk datang ke lokasi kejadian itu dengan membawa senapan untuk berburu. Namun disaat itu pula orang-orang komunis telah tiba dan kemudian mencegatnya dan langsung menodongkan pistol kepadanya.

Bahkan salah satu pemberontak ada yang berusaha menembak bupati Sastrawinata. Namun yang terjadi justru pistol yang digunakan malah macet dan tidak meletus.

Melihat hal itu bupati Sastrawinata kemudian langsung melakukan serangan balik terhadap pemberontak komunis itu.

Bupati Sastrawinata kemudian bergegas melaporkan kepada polisi tentang kejadian itu, sehingga pada akhirnya usaha pemberontakan pun dapat diredam meskipun menimbulkan beberapa korban jiwa.

Sementara untuk pemimpin dan dalang pemberontakan yaitu Egom, Dirja dan Hasan dapat ditangkap untuk kemudian diberikan hukuman mati.

Berdasarkan cerita itu, orang-orang atau masyarakat Ciamis percaya bahwa pistol yang rusak itu sebenarnya bukan karena adanya kerusakan pistol semata. Melainkan hal itu disebabkan dari ulah para onom yang berada di sana dan bertugas sebagai penjaga bupati ciamis beserta keluarganya.

Bahkan dari orang yang melihat pada saat kejadian itu berlangsung, beranggapan bahwa di belakang bupati Sastrawinata terdapat banyak gerombolan onom yang membuat para pemberontak segan untuk membunuh bupati Sastrawinata.

Singkat cerita atas jasanya untuk menggagalkan upaya pemberontakan itu akhirnya bupati Sastrawinata mendapatkan penghargaan berupa Bintang Willems Orde dari pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu.

Baca Juga : Asal Usul Nama Kabupaten Ciamis

Demikianlah sedikit kisah mengenai mitos mahluk onom yang berada di Kabupaten Ciamis.

Benar atau tidaknya sebaiknya kembali kepada kepercayaan kita masing-masing. Hanya saja ketika kita berbeda pendapat tentang hal itu ada baiknya tidak menjadikan itu sebagai suatu hal yang justru dapat memecah persatuan.

Kita sebaiknya mengambil sisi positifnya dari sebuah peristiwa dan kisah, karena terkadang dengan adanya mitos setidaknya dapat memberikan pesan moral yang bisa dipetik baik itu secara langsung maupun tidak langsung.


Sumber : Sejarah Kabupaten Ciamis (Nina Herlina: 2013)

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung ke Blog ini. Bagi pengunjung silahkan tinggalkan komentar, kritik maupun saran dengan menggunakan bahasa yang baik dan sopan. No Spam !

Previous Post Next Post

Contact Form

close