Sayangnya banyak orang mungkin masih menganggap keduanya sebagai konsep yang sama atau bahkan tertukar penggunaannya. Padahal istilah UI dan UX ini merupakan dua elemen berbeda yang saling melengkapi.
Bayangkan kita sedang merancang sebuah restoran, nah UI adalah bagian dari dekorasi, tata letak meja, warna dinding, dan menu yang menarik mata, intinya yaitu berupa tampilan yang bisa dilihat.
Sementara UX adalah bagaimana caranya agar pengunjung bisa merasa nyaman saat duduk, mudah memesan makanan, hingga kepuasan setelah menyantap hidangan.
Tanpa adanya UI yang menarik, maka pengunjung mungkin tidak tertarik untuk masuk. Tanpa UX yang baik, mereka pun mungkin tak akan pernah kembali meski makanannya lezat.
Begitu pula dengan produk digital, fungsi UI dan UX harus berkolaborasi untuk menciptakan solusi yang memikat dan fungsional.
Apa Itu UI?
Secara sederhana User Interface (UI) sering disebut sebagai tampilan sebuah produk digital. Namun UI tidak sekedar tentang warna atau gambar yang cantik semata.
UI sendiri sebenarnya merupakan bagian dari lapisan yang memungkinkan pengguna untuk dapat berinteraksi dengan sistem, baik melalui layar sentuh, klik mouse, atau suara.
Desainer UI bertugas menciptakan antarmuka yang intuitif. Tugas mereka yaitu memilih kombinasi warna yang harmonis, menentukan ukuran tombol agar mudah diakses/diklik, atau merancang ikon yang mudah dipahami.
Misalnya saja tombol "Beli Sekarang" yang dijumpai pada platform e-commerce, biasanya akan dibuat lebih menonjol secara visual sehingga pengguna tidak bingung saat ingin melakukan checkout.
Tantangan utama UI pada dasarnya yaitu ada pada tahapan menyeimbangkan antara estetika dan juga fungsionalitas.
Desain yang terlalu ramai bisa sangat membingungkan bagi pengguna (user), sementara desain yang terlalu minimalis justru akan terkesan membosankan.
Disinilah prinsip visual hierarchy (penataan elemen berdasarkan prioritas) berperan sangat penting, agar menghasilkan tampilan yang dinamis namun tetap mudah diakses oleh pengguna.
Apa itu UX?
User Experience (UX) pada dasarnya mencakup segala aspek yang mempengaruhi perasaan pengguna saat menggunakan suatu produk. Jika UI merupakan "kulit", maka UX merupakan "daging dan tulang" yang menentukan apakah pengalaman tersebut dapat menyenangkan saat digunakan atau justru malah membuat frustrasi.
Seorang desainer UX akan fokus pada alur penggunaan produk. Mereka melakukan riset untuk memahami kebutuhan setiap pengguna, membuat wireframe (kerangka tampilan), hingga menguji prototipe.
Contoh seperti pada pemakaian aplikasi transportasi online, maka UX yang baik seharusnya akan memastikan bahwa proses pemesanan ojek atau taksi hanya memerlukan 3-4 langkah saja, tanpa hambatan teknis yang membuat ribet pengguna.
UX juga berkaitan dengan emosi, dimana sebuah fitur yang cepat tetapi rumit maka hal itu akan ditinggalkan, sementara fitur lambat tapi mudah dipahami boleh dibilang mungkin masih bisa diterima.
Intinya UX berfungsi untuk menciptakan solusi yang manusiawi, agar memudahkan pengguna saat memakai suatu sistem atau aplikasi bukan hanya sekedar memenuhi checklist teknis semata.
Perbedaan UI dan UX
Meski keduanya saling terkait satu sama lain, namun antara UI dan UX ini boleh dibilang memiliki beberapa perbedaan yang cukup mendasar.
1. Fokus Desain
UI berpusat pada bagaimana produk terlihat, sementara UX tentang bagaimana suatu produk itu bekerja.
Misalnya warna gradient pada tombol merupakan urusan UI, sedangkan kemudahan dalam menemukan tombol tersebut di layar merupakan tanggung jawab UX.
2. Proses Kreatif
Desainer UI seringkali memulai dari mockup visual menggunakan tools seperti Figma atau Adobe XD. Mereka menghabiskan waktu untuk memilih font, spacing, atau efek hover.
Di sisi lain, desainer UX lebih banyak berkutat dengan peta alur (user flow), persona pengguna, dan skenario penggunaan. Tools seperti Miro atau Sketch mungkin akan sering digunakan dalam membuat diagram interaksi.
3. Ukuran Keberhasilan
Keberhasilan UI diukur dari daya tarik visual dan konsistensi desain. Sementara UX dinilai dari metrik seperti tingkat konversi, waktu yang dihabiskan pengguna di aplikasi, atau jumlah komplain yang masuk.
Penggunaan UI dan UX di Berbagai Bidang
UI dan UX tidak hanya relevan untuk aplikasi atau website saja. Keduanya juga bisa digunakan di banyak sektor, mulai dari teknologi hingga kesehatan:
- Pengembangan Produk Digital. Startup edtech seperti RuangGuru membutuhkan UI yang ramah anak-anak dengan ikon besar dan warna cerah. UX-nya harus memastikan materi pembelajaran mudah diakses, bahkan oleh pengguna yang kurang melek teknologi.
- Branding Perusahaan. UI membantu membangun identitas visual merek. Warna biru pada Facebook atau merah pada YouTube menjadi ciri khas yang langsung dapat dikenali. UX memperkuat citra merek melalui konsistensi pengalaman, seperti kemudahan navigasi di seluruh platform.
- Retensi Pengguna. Aplikasi fintech seperti Dana atau OVO mengandalkan UI yang profesional untuk membangun kepercayaan nasabah. UX-nya dirancang agar transaksi bisa lebih cepat, dengan fitur keamanan yang tidak mengganggu kenyamanan.
UI dan UX, Dua Sisi Mata Uang yang Saling Melengkapi
Membandingkan mana yang lebih penting antara UI dan UX tentu ibarat memperdebatkan mana lebih vital antara jantung dan juga paru-paru.
Sebuah aplikasi dengan UI menawan tapi UX buruk kemungkinan besar akan ditinggalkan. Sebaliknya, UX yang mumpuni tanpa dukungan UI yang menarik mungkin juga akan gagal dalam memikat pengguna di awal.
Contoh nyata yaitu evolusi jejaring sosial Instagram. Pada versi awal, UI-nya tergolong sederhana dengan fokus hanya pada foto. Namun seiring waktu, UX diperkuat dengan fitur Stories, Reels, serta algoritma rekomendasi konten.
Hadirnya kolaborasi UI/UX inilah yang kemudian dapat membuat platform tersebut tetap relevan meski banyak kompetitor lain bermunculan.
Kesimpulan
UI dan UX bukanlah kompetitor, melainkan partner yang harus bersinergi. Bagi kita yang berkecimpung di dunia digital, mempelajari keduanya tentu saja merupakan bagian dari kunci dasar guna menciptakan produk yang tidak hanya indah dipandang, tetapi juga bisa memecahkan masalah pengguna.
Mulailah dengan riset pengguna, rancang alur yang intuitif (UX), lalu bungkus dengan antarmuka yang memikat (UI). Dengan begitu, produk kita bukan hanya sekedar bisa "digunakan", tapi juga "dirindukan".
No comments