Perkembangan Ilmu Historiografi di Dunia

 

Kata Historiografi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua suku kata kata yaitu historia yang berarti penyelidikan tentang gejala alam fisik dan grafien yang berarti gambaran, lukisan, tulisan atau uraian.

Hecateus pertama kali menggunakan istilah tersebut di dalam sebuah penelitiannya, baru kemudian istilah ini baru digunakan oleh Herodotus untuk menuliskan latar belakang geografi dalam karyanya yaitu The History of The Persian Wars.

Perkembangan selanjutnya Historiografi lebih banyak digunakan untuk menyebut studi secara kronologis tentang kehidupan manusia pada masa lampau.

Bahan-bahan untuk menulis dan medianya pun terus berkembang dari waktu ke waktu. Pada awal pertama penulisan historiografi, media yang digunakan masih sangat sederhana yaitu berupa tiang-tiang batu atau pun tulisan yang berada pada sebuah dinding tembok. Selain itu, ada juga yang berupa lembaran-lembaran tanah liat yang biasanya digunakan oleh orang-orang Babylonia.

Di Mesir media yang digunakan yaitu berupa papyrus yang terbuat dari tanaman yang sudah diolah, jika tidak ada maka akan digantikan dengan menggunakan perkamen yang terbuat dari kulit binatang.

Sementara pemakaian bahan kertas, baru mulai digunakan pertama kali di Cina pada abad pertama Masehi, dimana bahan kertas tersebut terbuat dari bubur pohon murbei. Sementara bentuk kertas linen modern, baru ditemukan pada tahun 1250 M.

Bahan untuk menulis seperti tinta, dibuat dari getah tumbuhan dan jelaga yang dicampur dengan air. Sekarang ini, tinta-tinta tersebut dapat dibuat dari berbagai campuran zat kimia yang menghasilkan berbagai macam warna.

Sementara media untuk menulisnya yaitu pena, untuk pertama kali dibuat dari bulu-bulu ayam, bulu-bulu angsa ataupun dari bambu kecil. Baru pada abad ke-19 pena yang terbuat dari logam baja mulai diciptakan.


Awal Perkembangan Historiografi

Pada awalnya, historiografi bermula di Barat (Eropa) ditandai dengan ditemukannya beberapa lukisan-lukisan atau gambar-gambar arkais. Gambar-gambar tesebut banyak ditemukan di gua-gua ataupun batu-batu karang yang bisa ditemukan di beberapa daerah seperti di daerah Altamira, Spanyol, Dordogne dan Font de Gaume.

Di Indonesia gambar-gambar Arkais seperti itu pun banyak ditemukan di gua-gua yang penampakannya berupa bentuk-bentuk telapak tangan, binatang-binatang maupun simbol-simbol lainnya.

Gambar-gambar tersebut biasanya dapat ditemukan di gua di daerah Leang-leang Sulawesi, ataupun ada juga yang berada di daerah Kepulauan Kei, laut Seram dan juga di Kalimantan. 


Kemunculan Historiografi di Asia

Tulisan berupa huruf mulai dikenal pertama kali di wilayah Mesir sekitar tahun 3000 S.M. Tulisan-tulisan semacam itu, dapat berbentuk huruf hieroglif sederhana yang terdiri dari 24 huruf. Sementara huruf Alfabet pertama ditemukan pertama kali di daerah selatan Palestina dan daerah Semenanjung Sinai.

Huruf-huruf alfabet tersebut diperkirakan dibuat oleh orang-orang Funisia dan Biblos pada sekitar abad ke-19 S.M. Tetapi berdasarkan sebuah prasasti yang ditemukan di daerah Raseh di dekat Ugarit Lama, diketahui bahwa orang yang pertama kali menggunakan alfabet fonetis bukanlah orang-orang Funisia melainkan orang-orang Semit.

Orang-orang Funisia yang menyempurnakannya pada abad ke-13 S.M. Namun dikarenakan huruf tersebut tidak memiliki huruf-huruf vokal, lalu kemudian orang-orang Yunani menyempurnakannya dengan penandaan terhadap huruf konsonan sebagai penanda bunyi-bunyi vokal.

Alfabet tersebut kemudian mulai menyebar ke Eropa Barat yang dibawa dan disebarkan oleh orang-orang Romawi dan ke Eropa Timur yang disebarkan oleh orang-orang Byzantium.

Pada perkembangan selanjutnya orang-orang Romawi dalam menulis huruf-huruf tersebut, membedakan antara penulisan menggunakan huruf kapital dengan huruf kecil.

Huruf kapital dinggunakan dalam menulis karya sastra sedangkan huruf kecil dinggunakan untuk menulis hal-hal yang bersifat pribadi dan untuk keperluan komersil.

Baca Juga : Jenis-Jenis Puisi Sunda dan Upaya Pelestariannya

Sementara di Jepang terdapat istilah Kojiki, yaitu salah satu dari hasil Historiografi tertua yang ada di Jepang.

Kojiki ini isinya merupakan hasil dari catatan-catatan mengenai masalah-masalah kuno yang bercerita tentang kehidupan di Jepang dimulai pada saat zaman para dewa. Salah satu isi cerita dari kojiki yaitu tentang berdirinya kekuasaan Yamato hingga berakhirnya kekuasaan Ratu Suiko pada tahun 628.

Kojiki dapat dikatakan tidak memiliki sumber-sumber yang jelas di dalam setiap penulisannya, serta juga tidak adanya penanggalan yang jelas dalam konsepsi historiografinya.

Namun demikian, kojiki merupakan sebuah karya yang menarik karena adanya sikap yang wajar diantara peristiwa-peristiwa yang terjadi seperti adanya hubungan antara kehidupan manusia dengan para dewa.

Kojiki baru mulai digunakan sebagai suatu sumber yang terpuji setelah adanya anggapan bahwa di dalam kojiki tersebut terdapat unsur-unsur masayarakat Jepang yang mempunyai nilai-nilai tentang sebuah kemurnian tentang negara Jepang.


Kemunculan Historiografi di Asia Tenggara

Pada umumnya, Historiografi yang muncul di wilayah Asia Tenggara memiliki beberapa kesamaan-kesamaan di dalam penulisannya. Kesamaan dari karya-karya Historiografi di Asia Tenggara kebanyakan memiliki kesamaan dalam hal genealogi (garis keturunan) yang kuat, namun lemah di dalam hal menuliskan kronologis dan detail-detail biografis.

Dalam menuliskan historiografi, orang-orang di Asia Tenggara terkadang belum mengenal istilah waktu secara mendetail. Mereka bisanya di dalam penulisan historiografi lebbih mementingkan tentang unsur raja-raja yang kuat dan berpengaruh. Raja-raja tersebut diceritakan dari keturunan pertama hingga keturunanannya yang terakhir.

Ciri khas lain yaitu adanya tekanan dalam hal penulisan yang terdapat pada gaya bercerita, bahan-bahan anekdot, dan penggunaan sejarah sebagai alat pengajar agama.

Kebanyakan dari Historiografi yang ditulis di Asia Tenggara biasanya cerita mengandung unsur-unsur mitos, yakni seperti misalnya saja bagaimana seseorang dapat memiliki kekuatan supranatural.

Apabila karya-karya lebih bersifat sekuler, maka nampak adanya sebuah persamaan dalam hal perhatian kingship (konsep tentang raja-raja), serta tekanan diletakan pada kontinuitas dan Loyalitas yang ortodoks.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa kebanyakan dari historiografi yang berada di Asia Tenggara berkisah tentang raja-raja yang tentu saja memiliki latar belakang yang istana sentris, bagaimana kehidupan seorang raja menjalankan pemerintahan dan dengan rakyat yang selalu patuh dan taat kepada setiap perintah yang diberika oleh raja.

Terakhir kesamaan Historiografi dari Asia Tengggara yaitu adanya pertimmbangan-pertimbangan kosmologis dan astrologis yang cenderung untuk menyampingkan keterangan-keterangan mengenai sebab atau akibat dan ide kemajuan.

Jadi artinya bahwa historiografi di Asia Tenggara terkadang bercerita tentang asal-usul suatu kerajaan yang tidak dijelaskan secara mendetail bagaimana sebuah kerajaan muncul.

Dalam historiografi tersebut biasanya permulaan dari sebuah raja (kerajaan) dihubungkan dengan hal-hal yang mistis, seperti misalnya saja cerita tentang seseorang yang dilahirkan dari ruas-ruas bambu ataupun cerita tentang yang seseorang yang dilahirkan dari bola yang diturunkan dari langit.

Baca Juga : Mengenal Tradisi Upacara Minum Teh Orang Jepang

Kesimpulannya bahwa historiografi di Asia Tenggara masih mengandung beberapa unsur-unsur mistis yang dimana unsur-unsur tersebut selalu dihubungkan dengan cerita kehidupan raja-raja hingga keturunannya yang mana memiliki latar belakang istana sentris.

Kehidupan raja-raja tersebut selalu dihubungkan dengan agama sebagai alat pengajaran. Selain itu dalam kronologis waktu, historiografi di Asia Tenggara masih kurang diperhatikan ataupun masih lemah.

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung ke Blog ini. Bagi pengunjung silahkan tinggalkan komentar, kritik maupun saran dengan menggunakan bahasa yang baik dan sopan. No Spam !

Previous Post Next Post

Contact Form

close