Home
Bisnis
Investasi
Keuangan
Pilih Mana: Investasi Pasar Uang, Obligasi, atau Saham

Pilih Mana: Investasi Pasar Uang, Obligasi, atau Saham

Mengenal Jenis Instrumen Investasi Keuangan

Di era serba digital ini, memang semakin banyak orang yang mulai sadar akan pentingnya mengelola keuangan.

Investasi menjadi salah satu cara untuk memastikan aset tidak tergerus inflasi atau sekadar menumpuk di rekening tabungan.

Namun di antara banyak pilihan instrumen investasi tersebut, setidaknya ada tiga jenis yang seringkali menjadi kebingungan bagi banyak orang untuk dipilih, yaitu ada pasar uang, obligasi, dan juga saham.

Dimana masing-masing dari instrumen tersebut tentu memiliki karakteristik unik yang berbeda-beda, mulai dari risiko, serta potensi keuntungan yang bisa didapatkan pun tentu akan berbeda pula.

Rekomendasi Investasi antara Obligasi, Pasar Uang, dan Saham

Banyak orang mungkin sering bertanya "Mana investasi yang lebih menguntungkan?" atau "Investasi mana yang cocok untuk pemula?".

Jawabannya tentu saja tidak bisa disamaratakan begitu saja. Semua akan bergantung pada tujuan finansial, profil risiko, dan jangka waktu investasi yang kita pilih.

Nah agar kita tidak bingung lagi, maka ada baiknya kita simak saja perbedaan antara ketiga instrumen investasi tersebut, mulai dari definisi, kelebihan, kekurangan, hingga strategi memilih yang sesuai dengan kebutuhan.

1. Pasar Uang

Jika kita mencari instrumen investasi yang tergolong minim risiko dan mudah dicairkan, maka pasar uang bisa menjadi pilihan utama kita.

Instrumen ini umumnya berisi aset jangka pendek yang kurang dari 1 tahun seperti deposito, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), atau reksa dana pasar uang.

Keunggulan utamanya yaitu terletak pada stabilitas nilai investasi. Dimana harga setiap unit atau imbal hasilnya cenderung lebih stabil, sehingga kita tidak perlu khawatir dengan fluktuasi tajam seperti di pasar saham.

Namun imbal hasil dari pasar uang biasanya juga hanya sedikit diatas bunga tabungan. Misalnya saja, deposito di bank besar mungkin menawarkan bunga hanya 3-5% per tahun.

Angka tersebut mungkin cukup untuk mengalahkan inflasi, tetapi tidak untuk menciptakan kekayaan signifikan dalam jangka panjang. Sehingga dalam konteks ini pasar uang mungkin akan cocok untuk dana darurat atau dana yang akan digunakan dalam waktu dekat.

Selain itu, pasar uang juga biasanya bersifat likuiditas tinggi, artinya lebih mudah untuk dicairkan dalam waktu yang singkat jika memang dibutuhkan segera untuk kebutuhan yang mendesak.

Contoh Kasus:
Bayangkan kita memiliki uang Rp 50 juta yang rencananya akan dipakai untuk membeli rumah dalam 1 tahun ke depan. Menaruhnya di saham tentu akan sangat berisiko tinggi karena harga properti bisa berubah, sementara pasar uang menjaga pokok investasi bisa tetap aman.

2. Obligasi

Obligasi sering disebut sebagai "investasi penghasilan tetap" karena dapat memberikan kupon (bunga) secara berkala. Instrumen ini pada dasarnya merupakan surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah atau perusahaan.

Saat kita membeli obligasi, maka kita seolah sedang meminjamkan uang kita kepada pihak penerbit untuk nantinya bisa mendapat imbal hasil tetap selama periode tertentu.

Keuntungan obligasi terletak pada predictability, dimana kita tahu persis berapa bunga yang akan diterima dan kapan pokok investasi akan dikembalikan.

Obligasi pemerintah (seperti SUN) dianggap sangat aman karena dijamin negara, sedangkan obligasi korporasi menawarkan bunga lebih tinggi tetapi dengan adanya kemungkinan risiko gagal bayar.

Namun obligasi tidak sepenuhnya bebas risiko dari sekedar gagal bayar saja. Jika suku bunga naik, maka harga obligasi di pasar sekunder bisa ikut turun.

Selain itu, obligasi dengan tenor panjang (misal 10 tahun) berisiko terhadap perubahan ekonomi makro. Sehingga instrumen ini cocok untuk investor moderat yang ingin menghindari volatilitas saham tetapi masih mencari imbal hasil lebih baik daripada pasar uang.

Contoh Kasus:
Seorang pensiunan mungkin memilih obligasi pemerintah dengan bunga 6% per tahun untuk mendapatkan penghasilan pasif bulanan tanpa harus khawatir kehilangan pokok investasi.

3. Saham

Saham secara sederhana bisa diartikan sebagai bukti dari kepemilikan sebagian aset suatu perusahaan. Di sini potensi keuntungan bisa jauh lebih besar dibandingkan dengan pasar uang maupun obligasi, terutama jika kita memilih emiten yang sedang berkembang pesat.

Namun risikonya tentu juga akan lebih tinggi. Dimana umumnya harga saham bisa naik-turun secara drastis dalam hitungan hari akibat faktor ekonomi, politik, atau kinerja dari perusahaan itu sendiri.

Investor saham bisa mendapatkan keuntungan melalui dua cara, yaitu dari capital gain (selisih harga jual dan beli) dan juga dividen (pembagian laba perusahaan).

Untuk dapat mengurangi risiko, maka pemilihan diversifikasi portofolio dengan membeli saham dari berbagai sektor tentu akan sangat dianjurkan.

Disisi lain, saham ini cocok untuk investor dengan profil risiko tinggi dan tujuan jangka panjang (minimal 5-10 tahun) dan tentu saja tidak disarankan bagi kita yang baru mulai berinvestasi karena volatilitasnya yang memang sangat besar.

Contoh Kasus:
Jika kita berinvestasi di portofolio saham perusahaan teknologi 10 tahun lalu, mungkin hari ini nilainya sudah berlipat ganda. Namun sebaliknya, jika salah pilih perusahaan yang justru bangkrut, modal kita kemungkinan besar bisa saja hilang.

Faktor Penentu: Tujuan, Risiko, dan Waktu

Nah sebelum kita benar-benar memutuskan untuk memilih ketiga jenis investasi yang sudah dijelaskan diatas, maka ada baiknya kita pertimbangkan mengenai tiga pertanyaan berikut yang perlu kita jawab sebagai seorang investor.
  • Apa tujuan investasi? Apakah untuk dana pendidikan anak, pensiun, atau beli rumah?
  • Seberapa besar risiko yang bisa ditoleransi? Apakah kita bisa tenang melihat portofolio turun 20% dalam sebulan atau tidak?
  • Berapa lama waktu investasi? Dana yang akan dipakai dalam jangka pendek, misal untuk 2 tahun ke depan sebaiknya tidak diinvestasikan di saham.
Jika kita ingin mendapatkan keseimbangan dalam hasil yang diperoleh, mengkombinasikan ketiga instrumen juga bisa menjadi solusi. Misalnya, kita bisa alokasikan 40% saham, 40% obligasi, dan 20% pasar uang untuk menyeimbangkan risiko dan potensi keuntungan.

Namun jika kita sebagai pemula dan ingin mendapatkan kepastian risiko yang jauh lebih minim disertai tingkat likuiditas yang tinggi, maka memilih portofolio dengan mayoritas pasar uang mungkin sangat direkomendasikan.

Dimana sebagian kecil modal bisa juga dialokasikan kepada obligasi untuk mendapatkan return yang lebih tinggi (70% pasar uang, 30% obligasi).

Penutup

Investasi bukanlah permainan yang cepat kaya, melainkan proses disiplin dan pembelajaran terus-menerus. Pasar uang, obligasi, dan saham masing-masing tentu punya peran dalam portofolio investasi.

Kuncinya yaitu dengan memahami diri kita sendiri, seberapa jauh kita mau mengambil risiko untuk mencapai tujuan finansial?

Jangan takut untuk memulai dengan nominal kecil. Yang penting, konsisten dan terus menambah pengetahuan. Seperti kata Warren Buffett, "Investasi adalah proses menggerakkan uang dari yang tidak sabar ke yang sabar". Selamat berinvestasi.

No comments

Terima kasih telah berkunjung ke Blog ini. Bagi pengunjung silahkan tinggalkan komentar, kritik maupun saran dengan menggunakan bahasa yang baik dan sopan.
close